Identitas Kota dan Memori
Kolektif:
Pemaknaan Lapangan Merdeka Kota Langsa dalam Kekinian
Lapangan Merdeka adalah area publik yang cukup tersohor di kawasan Aceh bagian Timur, khususnya kota Langsa. Setiap hari, sejak pagi hingga dini hari, Lapangan Merdeka tidak pernah absen dalam mengisi memori kolektif mayarakat kota Langsa dan sekitarnya. selain itu, Lapangan Merdeka termasuk salah satu tempat pilihah aktifitas masyarakat, baik untuk rekreasi maupun aktifitas ekonomi.
Lapangan Merdeka adalah ruang publik yang telah menjadi sebuah simbol atau identitas kota, dan pemaknaan terhadap simbol tersebut tergantung dengan kepentingan manusianya. Pemaknaan terhadap ruang publik
adalah suatu kegiatan yang melibatkan wacana pengingatan, pengabaian dan
pelupaan.[1]
Jadi, ruang publik di samping bisa menjadi sebuah tempat untuk merajut
peristiwa-peristiwa yang diingat bersama, juga bisa menjadi tempat sesama warga
melupakan peristiwa-peristiwa yang ingin dilupakan. Ruang publik sangat
berperan dalam merajut memori kolektif, tetapi ia juga sangat berperan dalam proses
pelupaan atau pengabaian kolektif.
Pada masa kolonial Belanda, lapangan yang terletak di depan pendopo atau rumah dinas bupati Aceh Timur (sekarang sudah diserahkan pada kota Langsa) merupakan bagian dari kompleks militer Belanda, dan biasa digunakan untuk bermain sepakbola.
Pasca tahun 1945, lapangan tersebut dinamakan Lapangan Merdeka. Penamaan Merdeka pada lapangan ini dapat dimaknai sebagai upaya untuk membuat makna baru terhadap lapangan tersebut. disamping memang pada masa perang kemerdekaan yang terjadi sejak tahun 1945-1949, lapangan tersebut menjadi salah satu pusat kegiatan dan aktifitas para pejuang.
Kini, pemaknaan terhadap Lapangan Merdeka disesuaikan dengan zamannya. Terdapat banyak sekali aktifitas yang dilakukan di Lapangan Merdeka, mulai dari aktifitas ekonomi, sosial, politik, maupun agama. namun apapun itu, tentunya diperlukan pemaknaan yang positif dan membangun. Lapangan Merdeka bukan lapangan biasa, melainkan simbol dan identitas kota Langsa.
Lapangan Merdeka menjadi area politik.
Lapangan Merdeka sebagai tempat eksekusi Waliatul Hisbah (polisi Syari'ah)
Lapangan Merdeka sebagai tempat ibadah.
[1]
Abidin Kusno, Ruang Publik, Identitas dan Memori Kolektif, (Yogyakarta:
Penerbit Ombak, 2009), hlm. 3.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar